Oleh: Etty Sunanti (The Owner Of ESP)
Tantangan pendidikan anak anak kita, bukan semakin ringan, tetapi semakin berat. Di tambah era gadget dan internet, anak bisa melanglang buana entah kemana saja, hanya dengan jarinya. Tinggal duduk menyendiri di dalam kamar sendirian, mereka sudah bebas melakukan apapun, sesuai keinginan.
Masih adakah di zaman ini, anak manusia yang begitu jujur dan takutnya kepada Allah, hingga mereka tidak berani berbuat maksiat kepada Allah? Laiknya para shahabat shahabiyah, tabi’in, tabi’ut tabi’in, serta para ulama’ Salafush shalih.
Seperti kisah anak gadis yang takut mencampur susu dengan air, sebagaimana semua pedagang susu di pasar. Saat ibunya berkata, “Campur saja, semua pedagang juga mencampur nya, masa’ hanya kita saja yang asli susunya?”
Si gadis tersebut berkata, “Ibu, bukankah Khalifah Umar Bin Khattab sudah mengumumkan bahwa kita dilarang curang, kita harus jujur, tidak mencuri timbangan, tidak mencampur barang yang palsu dengan yang asli?”
Si ibu berkata, “Khalifah Umar tidak tahu nak, beliau tidak melihatnya..”
Si anak gadis berkata, “Tetapi Allah Melihatnya bu, aku takut kepada Allah.”
Seketika si ibu juga merasa takut, merasa bersalah dan mohon ampun atas segala niat yang salah.
Di dalam Al Qur’an Al Karim, ada banyak ayat-ayat Al Qur’an yang menyampaikan perintah tentang TAKUT KEPADA ALLAH.
Di antaranya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sungguh, azab Tuhanmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Isra’ 17: Ayat 57)
Dalam surat Al Anbiya’ ayat 48, memberikan contoh orang yang bertaqwa. Sedangkan definisi orang bertaqwa di ayat selanjutnya.
“(yaitu) orang-orang yang takut (azab) Tuhannya, sekalipun mereka tidak melihat- Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari Kiamat.” (QS. Al-Anbiya 21: Ayat 49)
Orientasi pendidikan kita kepada anak-anak, apakah sudah memprioritaskan bahwa kita semua harus takut kepada Allah?
Pada kenyataannya, setiap saya mengisi kajian di kalangan anak-anak, remaja di sekolah, majelis taklim, ketika saya bertanya, “Siapa yang di sini yang biasa takut dengan syaithan, hantu, vampire, potongan, kuntilanak?”
Survey membuktikan, rata-rata mereka serempak mengangkat tangan, atau tertawa tanda mengiyakan bahwa mereka memang takut dengan syaithan. Efek takut dengan syaithan, manusia sering mengiyakan perintah syaithan untuk bermaksiat kepada Allah.
Contoh kasus anak sekolah, dalam menghadapi ujian sekolah, mereka tidak takut untuk mencontek, yang penting hasilnya baik. Mencontek hal biasa, sudah umum. Andaikan mereka takut kepada Allah, maka mereka pasti jujur dengan hasil belajarnya.
Kasus orang dewasa, misal dalam masalah mencari rezeki, manusia tidak takut uang haram, yang penting mendapat uang untuk menyambung hidup. Mereka lupa, bahwa yang memberikan hidup adalah Allah Azza wa Jalla.
Lantas apa yang harus kita lakukan dalam mendidik anak-anak, agar mereka takut kepada Allah.
1. Allah Maha Melihat
Biasakan berkata kepada anak, “Allah Maha Melihat nak, hati-hati dalam berbuat dan bertindak, pastikan Allah sudah rRidho dengan apa yang kamu lakukan..
Ulang dan ulangilah perkataan, Allah Maha Melihat, hingga menjadi kultur dalam rumah dan lingkungan sekitar kita. Biasakan inimulai anak sudah bisa berjalan, dan bisa melakukan gerakan gerakan tubuh lainnya.
2. Teladan Orang Tua Takut Kepada Allah.
Orang tua harus membiasakan diri untuk memberikan contoh takut kepada Allah. Misal, ada barang berharga tamu tertinggal, segera telpon tamu kita, dengan posisi perdengarkan kepada anak-anak. “Hallo bu, maaf bu, maaf, tas kecil dan HPnya tertinggal di rumah saya.. Ibu tolong kembali di ujung gang ya, anak saya akan mengantarkan barang barang ibu..
Di sini, anak mendengar bahwa ibunya bertanggung jawab atas barang orang lain, ibunya jujur, dan mengembalikan hak orang lain.
3. Hindari Maksiat Sekecil Apapun.
Sikap pendidikan takut kepada Allah, diantaranya adalah hindari maksiat sekecil apapun. Jangan malah, membiarkan atau meremehkan dosa dosa yang di anggap kecil.
Jangan justru menjadi orang tua yang malah melonggarkan maksiat, “Iya nggak usah pakai kaos kaki, nggak apa-apa cuman dekat saja kok.. “Sekali orang tua meremehkan segala maksiat di mulai dari yang kecil, maka anak akan membuka maksiat yang lebih besar lagi. Karena ada kelonggaran dari orang tua.
4. Memantau anak-anak dalam kondisi apapun.
Anak bukanlah makhluk yang sempurna. Mereka selalu berproses menjadi manusia yang lebih baik, lewat bimbingan orang tua. Orang tua harus tahu betul, anak-anak sedang dimana, apa yang dilakukan, berteman dengan siapa, orientasi berfikirnya seperti apa, tabiatnya bagaimana, gerak-geriknya seperti apa, apa yang ditonton, hobinya apa, dan lain sebagainya.
Memantau berlebihan, membuat anak tidak nyaman. Buatlah seperti tidak memantau, tetapi sebenarnya memantau. Ini yang perlu dilakukan orang tua.
Semoga kita semua menjadi orang tua yang bertaqwa kepada Allah, sehingga senantiasa mampu mendidik putra putri kita menjadi hamba hamba yang Takut kepada Allah Subhanahu WA Ta’ala. Aamiin..
Rattling fantastic info can be found on web blog.Raise blog range