Suarahati.org, Sidoarjo – Di dalam Islam, ada dua hari raya besar yang umat muslim rayakan, yaitu Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Dari Anas bin Malik r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW datang ke Madinah, saat itu mereka memiliki dua hari untuk bermain-main. Lalu, Beliau bersabda, “Dua hari apa ini?” Mereka menjawab, “Dahulu, ketika kami masih jahiliah, kami bermain-main pada dua hari ini.” Maka, Rasulullah SAW menjawab, “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari itu dengan yang lebih baik darinya, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri,” (H.R. Abu Daud).

 

Sejarah Ibadah Qurban, Cermin Keikhlasan dan Cinta kepada Allah SWT

Sejarah mencatat perintah berqurban dimulai dari Nabi Ibrahim AS yang mendapatkan perintah dari Allah Swt melalui mimpi untuk menyembelih anaknya semata wayang, Nabi Ismail AS, Padahal, Nabi Ibrahim AS. dan Siti Hajar, istrinya, telah menanti begitu lama kehadiran Ismail.

Nabi Ismail pun menjawab perintah Allah SWT tersebut dengan penuh keyakinan dan keikhlasan. Nabi Ismail AS mensyaratkan 3 hal kepada bapaknya sebagai berikut.

  1. Sebelum menyembelih, tajamkan pisau.
  2. Ketika akan menyembelih, Nabi Ismail AS meminta wajahnya ditutup agar tidak muncul keraguan.
  3. Jika penyembelihan selesai, pakaiannya diminta untuk dibawa kepada ibunya sebagai saksi qurban tersebut sudah dilaksanakan.

Singkat cerita, alih-alih Nabi Ismail AS disembelih oleh bapaknya sendiri, Allah SWT menggantinya dengan seekor domba yang besar.

Allah berfirman, ”Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim,” (Q.S. ash-Shaaffaat: 108–109).

Sebagai orang tua kita wajib menceritakan, menjelaskan, dan memberikan kepada anak-anak kita perihal sejarah qurban ini sejak mereka kecil. Selain karena Allah SWT mensyariatkannya, banyak pula tersimpan nilai-nilai keislaman dan kehidupan yang perlu anak tahu berkenaan dengan qurban ini.

 

Empat Esensi Ibadah Qurban Wajib Kita Tanamkan kepada Anak Sejak Kecil

  • Kebersyukuran Total
    Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah,” (Q.S. al-Kautsar: 1–2).
    Beritahu anak jika apa pun yang dia punya dan apa pun yang dia nikmati sekarang bukanlah pemberian kita, tetapi sejatinya adalah pemberian dari Allah SWT. Pemahaman ini tentunya dapat memupuk rasa kebersyukuran kepada Allah SWT secara total dan menjauhkan dari penyakit hati, berupa kesombongan. Apa yang bisa disombongkan? Wong semua yang memberi Allah SWT, kita hanya jadi “keran” saja. Pemahaman ini juga bisa diulang ketika anak diajak untuk membagikan daging qurban kepada yang berhak. Alhamdulillah.

 

  • Hidup Mulia atau Mati Syahid
    “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka …,” (Q.S. At-Taubah: 111).
    Mulai dari kecil, sebaiknya anak kita diajarkan untuk menjalankan hidup yang bermanfaat, sukses, dan mulia. Ungkapan di atas jelas sekali bermakna “keras”. Jika kita tak bisa hidup bermanfaat, bahkan lebih baik mati. Namun, matilah dalam keadaan syahid.Ya, konteks qurban juga sangat bisa disandingkan dengan kata berkorban secara umum dalam kehidupan. Selain kebersyukuran, berbagi kepada sesama merupakan bentuk kontribusi pribadi juga keluarga terhadap sesama muslim. Dalam lingkup yang lebih luas, mulai dari harta, ilmu, pikiran, tenaga, hingga jiwa kita tentunya wajib anak kita berikan secara ikhlas untuk dimanfaatkan secara optimal di jalan Allah SWT.

 

  • Say “NO” to “Kikir-is-me”
    Rasulullah SAW bersabda, “Tidak beriman kepadaku orang yang dapat tidur dengan perut kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal dia mengetahui,” (H.R. Mutafaq’alaih).
    Kita sangat tahu bahwa sekarang Indonesia sedang “sakit” dan salah satu cara menyehatkannya adalah banyak berbagi hal yang kita miliki, terutama kepada sesama saudara kita sesama muslim. Konsep berbagi ini sangatlah jelas terlihat dalam ibadah qurban.Tentu kita sangat mengenal sosok Abdurrahman bin ‘Auf atau Usman bin Affan, sahabat Nabi Muhammad SAW, yang royal membagikan hartanya untuk dibagikan kepada muslim yang membutuhkan di zamannya. Anak kita wajib menjadikan mereka teladan selain teladan utama kita, Rasullullah SAW.

 

  • Ikhlas HANYA karena Allah SWT
    “Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama,’” (Q.S. az-Zumar: 11).
    Melatih anak kita untuk ikhlas tak perlu menunggu anak mengalami kejadian tertentu. Salah satu esensi qurban, ya, konsep keikhlasan ini. Berapa banyak orang yang mengatakan, “Ikhlas saja,bro!,” dengan mudah, tetapi sulit menerapkannya pada diri sendiri? Ikhlas memang termasuk salah satu skill hidup yang perlu dilatih terus menerus. Allah SWT pun telah memfasilitasi anak kita untuk berlatih lewat ritual qurban ini.Dengan memberikan pendidikan agama Islam, terutama tentang ibadah qurban secara khusus, tentunya diiringi dengan doa kita kepada Allah SWT semoga akan terbentuk generasi baru yang kuat secara akidah, fisik, ekonomi, emosi, dan intelegensi.  

Robbi hablii minash shoolihiin, Robbi hablii minash shoolihiin, Robbi hablii minash shoolihiin

“Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang- orang yang saleh.” Aamiin.

 

(abiummi.com)