وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. An An’am : 32)

 

Suarahati.org, Sidoarjo – Segala yang indah-indah di dunia, segala yang enak-enak di dunia dan segala materi yang memuaskan kita di dunia, semua bersifat sementara. Meraih kebahagiaan di dunia itu sangat dibolehkan, namun tidak melupakan kebahagiaan akhirat. Manusia akan senantiasa menuju sebuah kebahagiaan yang di-idealkan. Memiliki rumah mewah, mobil idaman, hematnya kalau orang sekarang bilang “Bebas Finansial”. Ehem…luar biasa dunia, bagaikan magnet yang terus menyedot siapa saja yang memikirkannya, menghimpun segenap tenaga untuk menujunya dan menyeret siapa saja yang terlena olehnya.

Tempo hari saya sempat membaca di medsos (media sosial, red) “Orang sekarang lebih sering membaca SMS dari pada Al Qur’an,  orang lebih respek pada bunyi BBM daripada adzan dan orang lebih demen belajar gadget daripada pangajian”. Ini hanyalah seperangkat dunia yang terkadang melenakan. Memang ada juga yang menjadikan alat komunikasi sebagai sarana dakwah, itu yang memang benar-benar cinta dakwah, cinta ilmu dan pandai menyeimbangkan urusan duniawi dan ukhrawi.

 

Mainan dan Guyonan

Menurut ayat di atas dunia ini hanyalah main-main. Main-main identik dengan anak- anak. Sewaktu kecil kita begitu asyik bermain mobil-mobilan, boneka dan atau mainan lainnya. Ya namanya mainan, tentu bukan sesuatu yang sebenarnya, hanya mainan saja. Jadi menurut saya ayat ini mengajak kita untuk tidak menjadikan dunia ini sesuatu yang terlalu asyik masyuk kita jalani. Nikmati saja, ndak perlu grusa-grusu, tak perlu terlalu mengkerutkan wajah menyikapinya dan jangan dibuat terlena olehnya. Ingat, hanya mainan.

Berarti ada sesuatu yang tidak boleh main-main mengejarnya, apa itu ?, tentu akhirat. Satu lagi kata Allah, dunia itu Cuma senda gurau atau guyonan semata. Terkandung makna, bahwa dunia ini hanyalah dagelan, kalau kita lihat film humor, kita tertawa terbahak-bahak, menganggap perihal itu sesuatu yang menyenangkan, tapi setelah itu ya sudah. Kita tidak mungkin tertawa sepanjang hari, gara-gara terus mengingat guyonan. Jadi senangnya ya sebentar saja. Nah, kesimpulannya kehidupan dunia itu hanyalah mainan dan guyonan, tidak usah sampai bunuh-bunuhan mengejarnya, tidak perlu saling menjatuhkan untuk mendapatkannnya dan tidak perlu curang untuk memperolehnya.

Namun bukan berarti leha-leha tanpa meraihnya, karena hidup itu nyata, butuh makan dan butuh sandang dan kebutuhan lainnya. Semuanya butuh perjuangan untuk meraihnya, karena rezeki Allah telah tersebar di bumi. Kita tinggal mengaisnya, tergantung kepiawaian kita. Dan sudah ada petugas utusan Allah yang membaginya, ialah Malaikat Mikail. Jangan sampai berebut yang mengakibatkan pertumpahan darah.

 

Sarana Menuju Tujuan

Bagi mukmin, dunia tidak diperkenankan untuk melenakan dan menjerumuskannya ke dalam kenistaan dengan hubbud dunya. Terlalu mencintai dunia menjadikan seseorang lupa bahwa dunia itu adalah sarana, bukan tujuan. Banyak para motivator memberikan motivasi kepada audiens-nya untuk menuju tujuan yang konteksnya dunia. Ini menandakan bahwa dunia menjadi poros untuk meraih sesuatu. Padahal dunia itu sendiri adalah sarana untuk meraih tujuan akhir yang abadi.

Tak ada puasnya jika kita menuruti dunia, karena dunia itu bersifat fana, maka tidak ada kebahagiaan yang abadi jika masih berunsur duniawi. Namun jika kita menjadikan dunia ini sebagai sarana untuk meraih keridhoan Allah, maka akan semakin membahagiakan dan menyelamatkan dalam memprosesnya. Caranya adalah dengan menyelipkan urusan akhirat dalam setiap urusan duniawi. Contohnya, bekerja, untuk menjadikannya bernilai ibadah. Begitu juga dengan sebuah keinginan, jika kita pengen jadi orang kaya, maka jadilah orang kaya yang dermawan. Ingin jadi pejabat, jadilah pejabat yang amanah, pengen jadi orang pinter, ya jadi orang pinter yang benar. Selalu menyelipkan perihal ukhrowi, agar selamat. Karena tidak sedikit orang bekerja dengan menghalalkan segala cara dan banyak kita dengar di media, pejabat negara yang korupsi. Dan banyak pula orang yang tidak benar, karena memanfaatkan kepintarannya untuk kepentingan yang melanggar Ajaran Ilahi.

Dengan demikian, menjadikan dunia sebagai sarana adalah menyelamatkan. Jangan dijadikan fokus, tapi jadikan alat untuk meraih kebahagiaan hakiki, yakni keridhoan Allah. Jika dunia kita jadikan poros tujuan, akan menjadikan kita terlena dan tidak menyelamatkan. Ketahuilah bahwa orang kaya yang dermawan, adalah salah satu dari tiga orang yang diperbolehkan Rasulullah SAW untuk iri kepadanya. Terkandung makna, bahwa orang kaya saja tak cukup, tapi plus dermawan. Ini yang dibolehkan. Orang pinter saja tak cukup, tapi harus bener. Jadi pejabat saja tak cukup, tapi harus amanah dan tidak menyalahkan wewenangnya.

 

Kampung Akhirat

Dalam ayat di atas kita diajak untuk menuju suatu kampung, yang bernama kampung akhirat. Suatu kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan tiada tara, suatu kehidupan indah yang segala kenikmatan akan disediakan. Namun untuk meraihnya, haruslah panda-pandai menyikapi kehidupan dunia. Itulah kenapa tadi saya katakana agar selalu menyelipkan setiap urusan dunia kita dengan perihal akhirat agar kita di dunia ini benar-benar menuju jalan yang dikehendaki Allah yakni kampung akhirat, agar tidak dipermainkan oleh dunia itu sendiri. Sebab harta benda duniawi yang menyelamatkan dan abadi adalah harta benda yang kita sodaqohkan. Ini yang saya maksud selalu menyelipkan urusan akhirat dalam setiap urusan dunia.

Perihal ini hanya akan dilakukan oleh orang-orang yang disiplin dengan rule ilahiyah,  yang kita sebut orang yang bertaqwa. Jika kita tidak mau memahami perihal menyikapi dunia ini, maka kita akan terjebak ke dalam lubang hubbud dunya (terlalu mencintai dunia). Dengan demkian melalui ayat di atas, Allah mengajak kepada orang-orang yang beriman untuk mau memahami perihal dunia ini.

Marilah kita mencoba menyikapi kefatamoraganaan duniawi ini dengan bijak. Kita raih kebahagiaan di dunia dan tidak melupakan kebahagiaan akhirat yang tidak fatamorgana, tapi abadi. Dengan demikian jangan terlalau melulu tentang duniawi, tapi selipkan semangat spiritual yang bersifat ukhrowi ke dalam urusan duniawi. Ini akan benar-benar lebih indah dan lebih menyamankan bathin kita. Wallahu’alam.

 

ustadz Rofiq Abidin

 

 

 

Oleh : Rofiq Abidin
Suarahati.org