Suarahati.org, Sidoarjo – Seringkali saya kedatangan tamu untuk konsultasi. Tentang anaknya yang mengalami Speech Delay, atau terlambat berbicara. Belum lagi, kasus anak yang sangat introvert ( tertutup ) sehingga sulit mengungkapkan perasaannya. Sehingga orang disekitar, tidak mengerti apa maunya.

Ada fenomena di masyarakat kita, ketika mengajarkan anaknya berkomunikasi. Orang tua seringkali, mengikuti cara bicara anaknya yang cedal atau pelat.

Misal, “Hai cayang…. minum cucu ya..”
Padahal yang di maksud adalah susu, sedangkan cucu adalah anak dari seorang anak.


Maksud hati ingin lucu-lucuan dan seru seruan, tetapi sejatinya sebagai orang tua, telah membuat kerugian yang besar. 
Kerugian waktu, pemahaman, kecerdasan, dan lain sebagainya.


Semestinya kita bisa memberikan pemahaman kosa kota sebanyak-banyaknya. Tetapi justru kita telah merugi dengan pembodohan yang kita lakukan sendiri.

Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Annisa’ ayat 9 yang artinya, “Dan hendaklah takut (kepada Allah ), orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan perkataan yang benar.”

Dalam ayat tersebut, sangatlah jelas kaitan yang erat antara kekuatan serta kesejahteraan seorang anak dengan perkataan yang benar. Berapa banyak hari ini, orang tua membohongi anaknya dengan alasan demi kebaikan mereka. Justru, sekali saja kita berbohong, maka pintu pintu kebohongan akan semakin bertambah.

Tuntutan berkata benar disini berlaku benar untuk orang tua, juga benar untuk anak-anaknya. Komitmen kebenaran dalam berkata-kata, harus dibangun dengan kesadaran penuh.

Dalam akhir ayat tersebut, dalam bahasa Arab, disebutkan Qoulan Sadiida. Adalah perkataan yang benar. Sungguh perkataan yang benar akan memiliki RUH yang luar biasa terhadap anak-anak kita.
Kebenaran adalah kunci agar mereka menjadi jenius dan berakhlaq mulia. Karena mereka merasa puas atas kejujuran orang tua serta realita yang ada. Tentu saja di imbangi dengan edukasi yang mendidik.

 

Lalu bagaimana tahapan, agar anak-anak lancar berbicara serta berkomunikasi yang baik ?
Berikut tahapan yang harus dilakukan orang tua kepada anak-anaknya.

1. Lafadz kalimat thoyyibah wajib di ucapkan berulang kali di dekat anak-anak. Orang tua wajib menyebutkan Asma Allah serta lafadz dzikir agar terbiasa di dengarkan mereka. Ucapkan kalimat thoyyibah dengan fasih serta penuh penjiwaan. Misal, “Waah adik, sudah bisa ambil mainan sendiri, Alhamdulillah… ayo dik ucapkan Alhamdu… ” meskipun dia masih bayi, ajarkan itu berulang ulang hingga si anak bisa mengucapkan lillah. Hingga sampai sempurna mengucapkan Alhamdulillah. Lafadz takbir, tahmid, tahlil, tasbih, wajib di ajarrkan semenjak dini. Hingga doa doa harian. Bahkan ayat ayat pendek, bila perlu hadits shohih. Kalimat thoyyibah ini memiliki efek luar biasa terhadap jiwa anak-anak. Mereka semenjak dini sudah berada dekat dengan Tuhan-Nya, serta segala kebaikan akhlaq.

2. Memahami perasaan serta apa yang mereka fikirkan. Touch of the heart !!
Ketika kita sebagai orang tua memahami apa yang mereka inginkan. Maka percepatan komunikasi akan terealisir dengan baik. Tentu saja ketika kita faham apa maunya, efektifitas dan efisiensi akan terwujud. Sebagai orang tua tidak perlu repot repot banyak melakukan pemborosan kalimat.

3. Jujur dan kejujuran. Orang tua wajib berkata jujur kepada anak-anaknya. Apapun keadaannya sampaikanlah dengan baik. Misal, “Nak, maafkan ibu, bulan ini pengeluaran uang begitu banyak, rasanya ibu tidak sanggup membayar SPP sekolahmu, doakan ibu ada rizki ya. Semoga Allah menolong kita ya nak..”

Atau, “Sayang, ibu akan pergi ke rumah tante Mila, ibu akan pinjam uang buat membayar kekuranagn beli sepeda motor kita.”

Ajaklah diskusi semenjak dini, sampaikan kebenaran yang ada. Tanpa harus menutupi dan berbohong. Anak-anak tahunya semua tersedia, terfasilitasi, tanpa tahu darimana uang tersebut. Mereka berfikir orang tuanya mampu, kaya, cukup tidak kurang suatu apa. Jelas ini tidak mendidik, serta melemahkan anak-anak. Semakin anak-anak tahu keadaan orang tua, sebenarnya empati mereka semakin bagus. Sekali mereka di bohongi, maka mereka tidak akan menaruh kepercayaan pada orang tua. Mencetak anak yang jujur, sejatinya menyelamatkan kehidupan anak dimasa depan.

4. Ekspresif, atau mampu menunjukkan apa yang di rasakan. Baik dengan perkataan, raut wajah, serta bahasa tubuh. Akan membuat mereka mudah berbicara.

“Mama, aku senang banget, hari ini aku menang lomba makan kerupuk di sekolah.” Meskipun sebenarnya mamanya merasa tidak suka anaknya ikut lomba makan kerupuk. Tapi ekspresi mama akan membuat anak merasa di hargai. “Waaah.. hebat yaa.. alhamdulillah dapat juara makan kerupuk nih.. hahaha..”

“Iya maa, aku tadi menang makan kerupuk seruuu..”
“Terus, makan kerupuknya sama berdiri atau sama duduk sayang ?”
“Sama berdiri ma..”
Segera tunjukkan wajah sedih, “Lhoo kok sama berdiri, sunnahnya kan kalau malan sama duduk, masa’ menang lomba di atas pelanggaran sunnah nak ?”
“Iya ma, terus gimana dong ma..”
“Iya gak apa-apa untuk hari ini, lain kali kalau lomba makan krupuk jangan mau ya, mending lomba lain yang keren, lomba tartil qur’an, lomba adzan, atau lomba cerdas cermat, kayaknya oke lhoo..”
“Iya ya ma..”

Maka, ekspresi orang tua, pendidik, kepada anak-anak begitupun sebaliknya. Wajib di wujudkan bersama. Agar mereka dan kitapun bisa menumpahkan isi hati dengan baik. Ketika anak manusia bisa berekspresi maka di situlah, komunikasi berjalan.

5. Argumentatif, adalah upaya berkomunikasi dengan memberikan penjelasan yang baik. Biasakan bagi orang tua, memberikan pertanyaan kepada anak. Agar mereka bisa menjelaskan atas setiap pertanyaan. Tidak boleh ada kata “Tidak tahu.” Setiap anak harus memberikan penjelasan dan menjawab setiap pertanyaan orang tua atau pendidik.

“Nak, mau kemana ?”
“Beli jajan ma.”
“Beli jajan apa ?”
“Permen.”
“Mengapa beli permen ?”
“Iya soalnya temanku beli permen itu.”
“Mengapa kamu meniru temanmu, apa kamu tidak punya pilihan permen sendiri ?”

Dan seterusnya, dengan 1 permen saja, orang tua bisa memberikan banyak pembelajaran. Mulai alasan beli permen, berapa harganya, beli dimana, apa komposisi permen, apa manfaat dan kerugian makan permen, memenejemen keuangan, kritis terhadap produk pabrik, dan masih banyak lagi penjelasan yang bisa saling take and give. Dari orang tua dan anak.

Pembiasaan argumentatif pada anggota keluarga, akan menumbuhkan rasa percaya diri, di hargai, lancar berbicara, senantiasa menambah wawasan dengan baik.

6. Memperbanyak kosa kata, dengan banyak mendengar, melihat, serta membaca. Jika pada anak-anak yang belum bisa membaca wajib di bacakan sebuah buku oleh orang tuanya. Melihat dan mendengarkan, bisa menonton video anak-anak yang beredukasi tinggi, dengan suasan menyenangkan. Memilihkan kultur yang baik kepada anak-anak, akan memudahkan mereka menambah kosa kata tiap hari. Dia akan selalu bertanya kata baru, yang mereka dengar.

Misal, “Ummi, tadi orang itu bilang jamu itu apa ?”
“Mama, tante Nanik tadi bilang autis itu apa ?”
“Papa, om Sigid tadi bilang industri terus, itu apa pa ?”

Begitu seterusnya, anak anak yang terbiasa mendapatkan setiap percakapan maka mereka akan merekam dan menanyakan. Di situlah kesempatan mereka berkomunikasi dengan baik.
Semakin banyak dialog dengan anak-anak, maka semakin mereka lancar berkomunikasi.

Nah, ayah ibu, semoga tulisan sederhana ini bisa membuat kita, menjadi orang tua yang baik dalam mendidik anak. Khususnya berkomunikasi adalah bagian penting dalam kesuksesan pendidikan.

 


Suarahati.org