Suarahati.org – Cincin sudah lama dikenal sebagai salah satu perhiasan yang populer sepanjang peradaban manusia. Aksesori yang satu ini kerap terlihat menghiasi jari manis Kaum Hawa. Namun, tidak sedikit pula kalangan lelaki yang memakainya.
Asal-usul penggunaan cincin dalam peradaban manusia itu sendiri belum begitu jelas sampai hari ini. Meskipun demikian, beberapa kalangan sejarahwan percaya bahwa benda tersebut adalah bentuk modifikasi dari segel silinder yang pertama kali dikenakan pada leher atau lengan oleh orang-orang zaman dulu.
Pada akhirnya, segel silinder itu terus mengalami inovasi dan semakin mengecil ukurannya, sehingga bisa pula dipakaikan pada jari tangan. Cincin meterai diketahui pertama kali digunakan oleh masyarakat Mesir kuno pada periode yang sangat lampau (antara 3100-332 SM).
Fir’aun yang hidup sezaman dengan Nabi Yusuf AS, memberikan cincin kepada kalangan patriarki Mesir sebagai simbol kekuasaan. Dengan kata lain, penerima cincin tersebut mempunyai status sosial yang lebih tinggi dari masyarakat biasa.
“Beberapa temuan arkeologis menunjukkan, cincin setidaknya sudah dipakai oleh orang Mesir sejak Periode Kerajaan Lama (2686–2181 SM), termasuk cincin dengan desain kumbang scarab (makhluk yang dianggap suci oleh Bangsa Mesir Kuno—Red),” ungkap Gerald Taylor dan Diana Scarisbrick dalam buku Finger Rings: From Ancient Egypt to the Present Day.
Menghiasi jari tangan dengan cincin mulai menjadi tradisi umum di kalangan masyarakat negeri piramida selama Periode Kerajaan Pertengahan (2000-1700 SM). Desain cincin yang dipakai pun semakin kompleks dan beragam.
Selanjutnya, pada Periode Kerajaan Baru (1550–1077 SM), orang Mesir juga memakai cincin berbahan fayans (sejenis keramik).
“Ketika itu, orang Mesir kuno sudah mengenal teknik modeling dan molding (pengecoran), sehingga cincin fayans pun bisa diproduksi dalam jumlah yang banyak,” jelas A Kaczmarczy.
Dari Mesir, kebiasaan memakai cincin kemudian merambah pula hingga ke peradaban Yunani kuno, Etruskan (768–264 SM), dan Romawi kuno (753 SM–476 M).
“Cincin orang-orang Yunani pada zaman dulu terbuat dari berbagai bahan, seperti emas, perak, besi, gading, dan batu ambar,” tulis pakar mineral asal AS, George Frederick Kunz, dalam Buku Rings for the Finger.
Salah satu cincin tertua Yunani diyakini dibuat pada akhir Periode Mycenaea (sekitar 1100 SM). Cincin itu ditemukan bersama ornamen-ornamen lainnya di lokasi kuburan kuno dekat Kota Lanarka, Siprus.
Pada bagian luar cincin terukir suku kata ‘le-na-ko’ yang diduga mengacu pada nama daerah tempat benda itu ditemukan, yakni Lanarka itu sendiri.
“Kesamaan fonetik antara ‘le-na-ko’ dan Lanarka mengarahkan kita bahwa tulisan yang diukir di cincin itu lebih menunjukkan nama kota daripada nama seseorang yang pernah memilikinya di masa lalu,” tulis August Pauly dan Georg Wissowa dalam ensiklopedia klasik berbahasa Jerman, Realencyclopädie der Classischen Altertumswissenschaft.
Tradisi memakai cincin dalam Peradaban Romawi Kuno setidaknya mulai berkembang sejak era Pemerintahan Raja Numa Pompilius (sekitar 700 SM).
Ada bukti yang menunjukkan bahwa Masyarakat Romawi menganggap cincin besi sebagai simbol kemenangan. Sebagai contoh, cincin besi dikenakan oleh Jenderal Gaius Marius usai memenangkan pertempuran melawan Raja Jugurtha dari Numidia (Afrika Utara sekarang) pada 107 SM.
Awalnya, Peradaban Romawi hanya mengenal cincin besi sebagai satu-satunya aksesori yang menghiasi jari tangan. Cincin besi dianggap sebagai tanda kehormatan individu yang diberikan oleh negara.
Namun, pada era Republik Romawi (509-27 SM), semua senator memperoleh hak untuk memakai cincin emas. Pada abad ketiga sebelum Masehi, hak istimewa ini juga dinikmati oleh kalangan ksatria.
“Bahkan, selama tahun-tahun terakhir era republik, banyak pula warga negara biasa yang mendapatkan hak untuk memakai cincin emas,” ungkap Deloche dalam karyanya, Le port des anneaux dans l’Antiquité romaine et dans les premiers siècles du Moyen Âge (Tradisi Mengenakan Cincin pada Zaman Romawi Kuno dan Abad Pertengahan).
Proses penggalian yang dilakukan M Henri de Morgan pada 1901 di pinggiran Laut Kaspia atau daerah yang dikenal sebagai Talish Persia, menghasilkan sejumlah temuan arkeologis, di antaranya berupa dolmen kuno dan sejumlah besar perhiasan dari logam, batu, dan manik-manik.
Banyak pula cincin dari Zaman Perunggu (3300–1200 SM) yang ditemukan di lokasi itu.Tidak ada peninggalan prasasti yang dapat membantu menginformasikan usia benda-benda tersebut. Akan tetapi, para arkeolog beranggapan perhiasan itu berasal dari 2000 SM.
“Cincin perunggu yang ditemukan terdiri dari beberapa jenis. Ada yang berbentuk tiga sampai lima spiral, ada pula yang ujung-ujungnya saling tumpang tindih,” tutur Morgan dalam laporan penelitiannya.
Sumber : republika.co.id