Oleh : Rofiq Abidin (Ketua Yayasan Suara Hati)
وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ الْقُرَى الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا قُرًى ظَاهِرَةً وَقَدَّرْنَا فِيهَا السَّيْرَ سِيرُوا فِيهَا لَيَالِيَ وَأَيَّامًا آمِنِينَ
“Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman.” (QS Saba’ : 18)
Rumah Indonesia yang telah terbangun 77 tahun lalu, telah memiliki pondasi kokoh yang bangun oleh para pendiri bangsa Indonesia. Pondasi itu menjadi pijakan rakyat Indonesia untuk hidup bersama dalam bingkai bhineka tunggal ika, yang notabene kemajemukan bangsa Indonesia menjadi tantangan tersendiri dalam menyatukannya. Bom atom yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat ke Hirosima pada 6 Agustus 1945 dan ke Nagasaki pada 9 Agustus 1945 menewaskan 140.000 nyawa menjadikan Jepang mengumumkan menyerah tanpa syarat kepada sekutu, melaui pernyataan Kaisar Hirohito pada 15 Agustus 1945.
Paska kejadian itu BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang terbentuk pada 29 April 1945 merumuskan nilai dasar negara Indonesia hingga tanggal 1 Juni 1945. Namun, BPUPKI belum menyepakati usulan Ir. Soekarno, M. Yamin dan Supomo, baru BPUPKI merumuskan Piagam Jakarta melalui panitia 9 yang melahirkan lima dasar negara untuk Negara Indonesia pada 22 Juni 1945, lima dasar itu ialah :
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Jadi kemerdekaan Indonesia telah dipersiapkan sebelum adanya bom atom yang dijatuhkan ke Negara Jepang. Maknanya, kemerdekaan Indonesia bukan karena kekalahan Jepang. Namun, telah dipersiapkan oleh 70 orang anggota BPUPKI. Lima dasar itu telah melalui proses yang cukup panjang. Dengan demikian rumah Indonesia sebelum merdeka telah memiliki pondasi yang kokoh untuk kebaikan penghuninya yang plural. Setelah Indonesia mengumkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 pada petang hari itu dari kawasan Indonesia timur merasa keberatan dengan nilai dasar negara yang pertama. Maka, founding father menggantinya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Lima dasar negara yang juga merupakan cita-cita bangsa Indonesia seyogyanya menjadi perihal yang terus dikenalkan kepada generasi dan dalam pengejawentahannya dalam kehidupan sehari-hari. Daya tahan lima dasar negara ini diuji dengan kondisi global yang jelas-jelas terjadi free market, semua barang masuk ke Indonesia, bahkan bukan hanya barang-barang import yang mengancam produk dalam negeri, namun pemahaman atau ideologi yang tidak mencermikan keindinesiaan juga masuk melalui pemikiran-pemikiran bebas milenial. Yang tak mau terdikte oleh dogma pemikiran kuno, kolot dan non logis.
Kelima dasar negara diharapkan menjadi perekat kebinekaan, pemersatu berbagai kemajemukan yang ada dinegeri Indonesia tercinta yang syarat dengan ribuan pulau dan ragam suku yang banyak. Meskipun, terkadang senyatanya diuji dengan issu SARA. Namun, berpegangan kepada cita-cita bangsa yang diwujudkan dalam lima dasar itu, menjadikan bangsa ini semakin mengingat dan kembali kepada tujuan.
Ditengah maraknya kebebasan berpendapat, hak asasi manusia, hingga issu kesetaraan. Maka relevansi nilai dasar negara terus diuji. Apalagi era digitalisasi yang menjadikan mudahnya masuk paham-paham kepada generasi milenial. Maka dari itu jagala nilai dasar negara dengan mengokohkan beberapa hal berikut :
- Mendasarkan semua perbuatan dengan nilai iman dan ketauhidan
Syahadat, merupakan persaksian keesaan Tuhan. Maka, dalam ajaran Ilahi komitmen mengesakan Tuhan ialah hal pertama yang harus dilakukan, sebagai pedoman awal diterimanya ibadah seseorang hamba Tuhan, yang merupakan tali penghubung hamba dan Tuhan (hablum minallah).
- Mengejawentahkan hablum minannasdengan bersikap manusiawi
Mencegah perbuatan keji dan munkar merupakan kegiatan sholat dalam makna aktual. Perihal itu dilakukan dalam rangka memanusiakan manusia agar tidak keluar dari kefitrahannya, yakni ibadah.
- Mengutamakan persatuan dari pada kepentingan ego semata
Bukan ego yang didahulukan, tapi persatuan. Sedangkan persaruan membutuhakan kelapangan hati, kebersihan hati. Maka, kebersihan jiwa seseorang dan segala materinya ialah praktek daripada zakat. Karena, zakat secara makna ialah bersih, tumbuh. Dengan kebersihan hati, maka seseorang akan mengutamakan persatuan dari pada pertikaian.
- Menjaga budaya musyawarah dalam kegiatan kebersamaan
Apapun masalahnya maka jangan mengumbar emosi. Tahanlah amarahnya, semua bisa dimusyawarahkan. Berpuasalah, agar tidak menyelesaikan masalah dengan emosional. Tapi budaya Indonesia menyelesaikan dengan musyawarah.
- Mentegakkan hukum dengan adil
Ketika semua diawali dari keimanan, kefitrahan manusia, kebersihan hati untuk bersama, menahan amarah dengan musyawarah, maka selanjutnya keadilan akan mampu tercipta.
Jagalah nilai dasar negara untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, mewujudkan cita-cita pendiri bangsa yang telah berupaya memerdekakan Indonesia dan menyiapkan pondasi bangsa dengan penuh hikmat.
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?