Oleh : Arief Budi Pietoyo, SE, MM

 

Suarahati.org, Sidoarjo – Krisis keteladanan menjadi penyebab terbesar krisis dunia saat ini, baik pada level negara, perusahaan maupun institusi terkecil, yaitu lembaga keluarga. Akibat yang ditimbulkan oleh krisis ini jauh lebih dahsyat daripada krisis energi, kesehatan, pangan, dan air. Karena dengan tidak adanya pemimpin yang visioner, kompeten dan memiliki integritas tinggi maka masalah-masalah tersebut akan semakin parah.

Persoalan kepemimpinan memang sangat unik, sering kita dihadapkan pada situasi yang naif dan kontradiktif. Di satu sisi, leadership sangat kaya teori dan konsep, tetapi sangat miskin dalam penerapannya. Memang tidak mudah, tetapi tidak ada hal yang lebih memotivasi selain menjadi teladan. Sungguh akan begitu memberikan inspirasi kepada orang lain ketika kita melakukan apa yang kita inginkan agar mereka lakukan. Kita harus mampu melakukan perubahan sesuai yang diharapkan orang lain. Jadilah seorang inspirator, orang akan lebih suka diinspirasi ketimbang dikoreksi.

Menjadi teladan adalah memberikan motivasi secara praktek, yang akan memberikan hasil lebih kuat dan lebih tahan lama dibandingkan praktek lain. Dengan menjadi teladan berarti kita telah mengubah orang secara lebih mendalam, berbekas dan menyeluruh dibanding dengan cara apapun yang dapat kita lakukan. Jika kita ingin agar orang-orang disekitar kita menjadi lebih positif, kita harus menjadi lebih positif. Jika kita ingin agar mereka merasa bangga dengan pekerjaan mereka, maka kita harus lebih bangga dengan pekerjaan kita. Tunjukkan kepada mereka tentang bagaimana sesuatu yang kita inginkan dari mereka untuk dikerjakan.

Pemimpin dan yang dipimpin bisa terikat dalam hubungan yang begitu istimewa kalau sang pemimpin menampakkan pribadi yang luar biasa dalam pandangan orang-orang yang dipimpinnya. Karena sang pemimpin layak untuk ditiru, dikagumi, dan dibicarakan dari waktu ke waktu. Walaupun orang juga memahami bahwa sang pemimpin adalah manusia yang bisa saja salah.

Memberi teladan harus didorong oleh panggilan tulus untuk melakukan yang terbaik demi mewujudkan visi institusinya. Seorang pemimpin hanya punya satu pilihan dalam bekerja, ia harus melakukan segalanya dengan kualitas terbaik yang bisa diusahakan. Inilah yang secara dramatis akan menimbulkan daya tarik keteladanan. Sebab, apapun yang terbaik, yang berkualitas, akan selalu ditiru oleh siapapun dan di manapun.

Agar keteladanan bisa menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk ditiru dan bukan paksaan mensyaratkan beberapa hal. Pertama, keteladanan itu jangan dibangga-banggakan. Kedua, keteladanan itu harus dapat dilihat secara konsisten. Ketiga, keteladanan harus diperlihatkan dengan ketulusan dan kerendahan hati. Keempat, keteladanan itu harus memperlihatkan kualitas yang memang layak untuk ditiru. Jadi etos kerja dan budaya kerja (corporate culture) itu tidak bisa diajarkan atau dipaksakan, tetapi hanya bisa ditularkan dengan keteladanan.

Mengutip kata-kata bijak dari seorang pakar finance and economics, Prof. Charles Jones, PhD :

“Anda hari ini sama dengan 5 tahun mendatang kecuali dua hal : orang yang Anda jadikan teladan dan buku yang Anda baca”.

 

Suarahati.org