Ada banyak orang tua, yang selalu terfokus kepada kekurangan anak. Sehingga waktu dan energinya habis untuk memperbaiki kekurangan anaknya. Padahal, setiap anak pasti memiliki kelebihan. Tidakkah kelebihan itu yang harus kita perhatikan? Sehingga anak merasa bahagia, dan tidak putus asa. Karena dirinya begitu merasa berharga di mata orang tua.

 

Ada seorang ibu, merasa jengkel, dengan nilai pelajaran matematika anaknya yang selalu jelek (usia SD), sehingga, sang ibu berusaha memberikan tambahan guru les matematika. Bahkan lesnya nyaris tiap hari. Dan saya sering mendapati si anak tersebut sering sakit sakitan.

 

Ada beberapa aktivitas kesenangan dan hobby si anak, yang diabaikan orang tuanya. Dianggap tidak penting. Ada lagi, si anak hobby main game. Dan ketertarikan di dunia IT. Ketika mengetahui anak saya les IT, si anak ini tertarik, ingin ikut les juga. Tetapi orang tuanya melarang ikut les IT bersama anak saya. Ibunya justru memilih anaknya les Bahasa Inggris bersama anak saya. Karena anak saya juga rutin les Bahasa Inggris.

 

Alasan ibunya, “Les Bahasa Inggris saja, karena si anak kurang bisa berbahasa Inggris. Sementara kalau les IT bisa belajar sendiri.”. Saya tidak mungkin mendebat mereka. Karena itu berkenaan privasi dan otoritas tiap keluarga. Juga sejauh apa pemahaman mereka terhadap pendidikan.

 

Hanya saja, saya menjadi perlu menuliskan menjadi sebuah artikel. Karena yakin, rata-rata pola pikir orang tua ya memang seperti itu. Merasa bentuk kasih sayangnya, memberikan perbaikan atas kekurangan si anak.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)

 

Sebenarnya, ketika kita meningkatkan kemampuan si anak, dia akan memiliki kelebihan dalam bidang tersebut. Istilah kata, “Became an expert“.

Ketika anak menjadi ahli di bidangnya, karena ditempa, fokus up grading di bidang yang merupakan passion-nya. Tentu dia akan menjadi profesional dan ahli di bidangnya. Dan di situlah letak Allah mengangkat derajat anak.

 

Derajat, akan didapatkan ketika anak mengikuti taqdir Muallaq, yaitu ketentuan Sunnatullah, keberhasilan karena diperoleh dari sebuah perjuangan hidup. Allah memberikan taqdir baik atas apa yang diupayakan.

 

Ketika, si anak melakukan sesuatu yang bukan bakatnya meski ditempa berkali kali, akan kesulitan, krena dia tidak bahagia, atau tidak ikhlas melakukannya. Seorang mantan budak pun bisa jadi mulia dari yang lain lantaran ilmu. Coba perhatikan kisah seorang bekas budak berikut ini.

 

أن نافع بن عبد الحارث لقى عمر بعسفان وكان عمر يستعمله على مكة فقال من استعملت على أهل الوادى فقال ابن أبزى. قَالَ وَمَنِ ابْنُ أَبْزَى قَالَ مَوْلًى مِنْ مَوَالِينَا. قَالَ فَاسْتَخْلَفْتَ عَلَيْهِمْ مَوْلًى قَالَ إِنَّهُ قَارِئٌ لِكِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلامئِضِ وَإِنَّهل عَبرِامٌ عَبرِام وَإِنَّهل عَبرِامٌ قَالَ عُمَرُ أَمَا إِنَّ نَبِيَّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ قَالَ

«إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ»

Dari Nafi’ bin ‘Abdil Harits, ia pernah bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfaan. ‘Umar memerintahkan Nafi’ untuk mengurus Makkah. Umar pun bertanya, “Siapakah yang mengurus penduduk Al Wadi?” “Ibnu Abza”, jawab Nafi’. Umar balik bertanya, “Siapakah Ibnu Abza?” “Ia adalah salah seorang bekas budak dari budak-budak kami”, jawab Nafi’. Umar pun berkata, “Kenapa bisa kalian menyuruh bekas budak untuk mengurus seperti itu?” Nafi’ menjawab, “Ia adalah seorang yang paham Kitabullah. Ia pun paham ilmu faroidh (hukum waris).” ‘Umar pun berkata bahwa sesungguhnya Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Sesungguhnya suatu kaum bisa dimuliakan oleh Allah lantaran kitab ini, sebaliknya bisa dihinakan pula karenanya.” (HR. Muslim no. 817).

 

Dari kisah di hadits tersebut, menunjukkan kelebihan yang dimiliki seseorang akan menjadikan dia tampil berbeda daripada yang lain. Dia akan lebih menonjol dan bersinar, karena kelebihan yang dimiliki. Oleh sebab itu, seyogyanya para orang tua, lebih baik fokus terhadap kelebihan putra-putrinya. Daripada sibuk memperhatikan kekurangan si anak.

 

Sibuk memperhatikan kekurangan si anak. Tidak ubahnya, kita pada posisi meremehkan dan menghinakannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ

“Janganlah meremehkan kebaikan sedikitpun walau dengan berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang tersenyum kepadanya. Amalan tersebut adalah bagian dari kebajikan.”

 

Kekurangan anak, tetap menjadi perhatian orang tua atau pendidik. Hanya saja, jangan terfokus di sana. Tetap bisa diupayakan untuk diperbaiki. Akan tetapi, jangan terlalu terforsir pada persoalan itu. Bisa pelan-pelan diperbaiki, sambil memilih metode yang tepat. Agar si anak, tidak merasa terhina. Tetapi memiliki kemauan sendiri dengan ikhlas, untuk merubah menjadi lebih baik.

 

Nah, ayah ibu yang dimuliakan Allah. Semoga setelah membaca tulisan ini, kita bisa lebih bijaksana dalam berpikir dan bersikap yang tepat untuk putra-putri kita.

Allahumma Aamiin..

Oleh : Etty Sunanti