Oleh : Rofiq Abidin

 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada keduanya Alloh memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An Nisa’ : 1 ).

Pernikahan merupakan perjanjian yang kuat (Mitsaqan Ghalidha), maka seharusnya tidak ada yang mempermainkan perjanjian itu. Kata mitsaqan ghalidha tersebut 3 kali, yang pertama perjanjian antara Alloh dengan RasulNya, kedua perjanjian antara Alloh dengan UmmatNya dan yang ketiga adalah perjanjian antara suami istri. Perjanjian antara suami dan istri mengandung konsekuensi yang tegas melalui hak dan kewajiban masing-masing. Mengingat hal tersebut sangat penting, maka diperlukan pemahaman utuh agar dapat menyikapi dengan bijak apa-apa yang akan terjadi dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Dalam berumahtangga minimal ada dua karakter yang harus saling dikelola, agar menghasilkan sebuah nilai plus, sebuah kebermanfaatan yang dahsyat. Jika suami-istri sudah memiliki anak, maka akan tambah lagi pengelolaan potensi, emosi dan amanah itu.

Mengingat pernikahan merupakan perjanjian yang kuat, konsekuensi logisnya sudah barang tentu harus saling membantu bagi yang kurang dan saling menjaga hubungan secara harmonis. Hal ini secara qinayah disampaikan oleh Alloh pada ayat di atas. Adapun salah satu poros untuk melakukan itu semua melalui tawakal kepada Alloh.

Baiklah, kita jabarkan dua hal tersebut di atas :

  1. Saling membantu

Jika nikah lillah, maka secara otomatis setiap individu dalam pasangan akan saling membantu dan saling menutupi kekurangan masing-masing. Tidak ada paksaan, tidak ada tekanan, tapi yang ada ialah saling empati membantu tugas-tugas suami istri.

Jika pernikahan tidak mendasarkan pada lillah, yang ada dalam pergaulan itu ialah saling cuek, apalagi di zaman digital seperti ini bisa jadi gadget akan menjadikan seseorang renggang dalam hubungan sosial. Karena masing-masing sibuk mengoperasionalkan gadgetnya. Sehingga meskipun tinggal seatap, namun hubungannya kurang rekat, justru invidualis dan kaku komunikasi.

Dengan niat nikah lillah dan tawakal total, maka yang ada adalah rasa empati tanpa paksaan itu akan muncul secara alami. Maka dari itu niatkan membali nikahmu semata-mata ibadah kepada Alloh lilahi ta’ala.

  1. Saling bersilaturohim pernikahan

Jika nikah lillah, maka otomatis akan saling berhubungan secara baik. Saling sapa, saling senyum dan saling mengunjungi. Baik secara hati, maupun langsung. Jika nikah lillah maka akan tercipta komunikasi yang baik, saling menghargai dan saling memahami.

Dengan melakukan dua hal tersebut yang didasari tawakal, maka sebuah keharmonisan akan terwujud. Inilah cara berfikir al mabadi’ ats tsalasah (prinsip tiga), yakni kepasrahan lillahi ta’ala sebagai akar/dasar pijakan, selanjutnya saling bantu dan saling menjaga silaturrahim sebagai batang dan sebuah keharmonisan akan terwujud juga disertai rasa ihsan (merasa diawasi Alloh) akan menjadi pengingat kelalaiaan.

Nikah lillah tak ada ruginya, nikah lillah membawa kepada harmonisasi hubungan dan produktivitas amaliah serta empati yang tinggi antar pasangan yang ada. Rumah tangga yang dibangun dengan dasar taqwa sangat berbeda dengan rumah tangga yang hanya didasarkan pada cinta syahwat semata. Karena syahwat akan bisa melenakan. Kata orang, cinta itu buta, lebih tepatnya membutakan. Padahal dalam islam rasa cinta juga merupakan rasa yang mengantarkan kepada keikhlasan.

Prinsip cinta

Agar rumah tangga terbangun karena lillah, maka ada prinsip cinta yang harus dibangun dengan kokoh, apa itu??? Hal itu ialah rasa cinta yang tidak melebihi Alloh, Rasul dan jihad. Ya, cinta yang melebihi Alloh, Rasul dan Jihad akan membutakan seseorang. Maka, hindarilah itu, tanda-tanda orang yang cinta melebihi Alloh, Rasul dan jihad biasanya :

  • Ingat makhuk lebih tinggi dari pada Sang Pencipta
  • Mengagungkan rasa, padahal rasa itu dari Sang Pencipta
  • Mengagungkan yang dicintai secara berlebihan, hingga melupakan dzikrulloh
  • Meninggalkan ibadah
  • Jika diajak untuk jalan Alloh selalu memikirkan untung rugi
  • Mudah galau dan sulit terobati

Jika mulai terjangkiti beberapa hal di atas, maka segeralah beristighfar, jangan diteruskan. Karena hal itu bukan akan menambah kepada kenyamanan, namun justru akan menambah kelalaian. menyamarkan rasa bahwa itu kebaikan. Bahkan, hingga seseorang khilaf melakukan aktivitas maksiat, namun dihukumi samar dan bisa jadi ingat tapi diterabas saja aturan-aturan Ilahiyah itu.

Dengan demikian, nikah lillah itu tidak lepas dari prinsip cinta yang tertuang dalam QS At Taubah  ayat 24 :

Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.

Penegasan Alloh di atas ialah menguji siapa yang merasakan cinta, jangan sampai meninggalkan prinsip cinta. Jangan terlena dengan rasa, karena sesungguhnya rasa itu yang memberi ialah Alloh. Bersyukurlah kepada yang maha memberi rasa nyaman, rasa empati dan rasa suka. Bentuknya, ialah menjaga rasa cinta kepada Alloh, Rasul dan jihad di jalannya tidak diungguli oleh apapun.

Pernikahan merupakan perjanjian yang kuat, mengandung konsekuensi tegas melalui hak dan kewajiban masing-masing. Maka diperlukan pemahaman utuh agar dapat menyikapi dengan bijak apa-apa yang akan terjadi dalam mengarungi bahtera rumah tangga.