Suarahati.org, Sidoarjo – Pada zaman modern seperti sekarang, orang sudah tidak asing lagi dengan salah satu alat untuk mengabadikan objek bernama kamera. Bahkan di era informasi saat ini, kamera seolah-olah sudah menjadi alat yang ‘wajib’ dimiliki setiap orang, karena ukurannya sudah sedemikian ringkas dan terintegrasi dengan alat komunikasi seperti telepon genggam. Namun, tahukah Anda bahwa kamera adalah salah satu karya dari Ilmuwan Muslim asal Iraq bernama Ibnu al-Haitham? Kata ‘kamera’ sebenarnya berasal dari Bahasa Arab yaitu kamrah yang berarti ‘ruangan’. Kamrah yang dirancang oleh Ibnu Al-Haitham berfungsi untuk membuat gambar objek jauh di dalam ruangan gelap. Kamrah ini berkembang pesat dari waktu ke waktu, sebagaimana dapat kita lihat pada perkembangan zaman saat ini, berbagai macam jenis kamera diciptakan, mulai dari pocket, semi profesional, hingga yang profesional. Dari kamera ‘analog’ yang membutuhkan film untuk mencetak gambar, hingga kamera digital yang berkembang pesat saat ini.

Abu Ali Muhammad al-Hassan Ibnu al-Haitham (Bahasa Arab: ابو علی، حسن بن حسن بن الهيثم) atau Ibnu Haitham (Basra 965- Kairo 1039), dikenal dalam kalangan cerdik pandai di Barat, dengan nama Alhazen. Dia lahir di Basrah pada Tahun 965 Masehi atau 354 Hijriah. Awal pendidikan didapatkan di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di kota kelahirannya itu. Namun ia tidak sreg dengan kehidupan birokrat. Ia pun memutuskan keluar untuk kemudian merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan, ia mengasah otaknya dengan beragam ilmu. Kecintaannya kepada ilmu membawanya berhijrah ke Mesir. Di negeri ini, ia melakukan penelitian mengenai aliran dan saluran Sungai Nil serta menyalin buku-buku tentang matematika dan ilmu falak.

Belajar yang dilakukannya secara otodidak justru membuatnya menjadi seorang yang mahir dalam bidang ilmu pengetahuan, ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Tulisannya mengenai mata telah menjadi salah satu rujukan penting dalam bidang penelitian sains di Barat. Bahkan kajiannya mengenai pengobatan mata telah menjadi asas bagi kajian dunia modern mengenai pengobatan mata. Penelitiannya mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada Ahli Sains Barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler menciptakan mikroskop serta teleskop. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting mengenai cahaya.

Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris, antaranya adalah Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana. Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga berjaya menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya. Ibnu Haitham juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar dan dari situ tercetuslah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para saintis di Itali untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemukan prinsip isi padu udara sebelum seorang ilmuwan bernama Tricella mengetahui hal tersebut 500 tahun kemudian.

Ibnu Haitham juga telah menengarai perihal gaya gravitasi bumi sebelum Issac Newton mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Haitham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan perasaan yang bersambung secara teratur telah memberikan ilham kepada Ilmuwan Barat untuk menghasilkan tayangan gambar. Teorinya telah membawa kepada penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan pada para penonton sebagaimana yang dapat kita tonton pada masa kini. Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai filsafat, logika, metafisika, dan persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Beliau turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap karya-karya sarjana terdahulu. Penulisan filsafatnya banyak tertumpu kepada aspek kebenaran dalam masalah yang menjadi pertikaian. Padanya pertikaian mengenai sesuatu perkara bermula dari pendekatan yang digunakan dalam mengenalinya. Dia juga berpendapat bahwa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab itu semua dakwaan kebenaran wajar diragukan dalam menilai semua pandangan yang ada.

Pandangannya mengenai filsafat amat menarik untuk dikaji hingga saat ini. Bagi Ibnu Haitham, filsafat tidak dapat dipisahkan dari ilmu matematika, sains, dan ketuhanan. Ketiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai. Dan untuk menguasainya seseorang perlu menggunakan waktu mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur makin meningkat, kekuatan fisikal dan mental akan turut mengalami kemerosotan. Ibnu Haitham membuktikan dirinya begitu bergairah mencari dan mendalami ilmu pengetahuan pada usia mudanya. Banyak buku yang dihasilkannya dan masih menjadi rujukan hingga saat ini.

Di antara buku-bukunya itu adalah Al’Jami’ fi Usul al’Hisab yang mengandung teori-teori ilmu matemetika dan matemetika penganalisaan. Kitab al-Tahlil wa al’Tarkib mengenai ilmu geometri :

  1. Kitab Tahlil ai’masa’il al ‘Adadiyah tentang aljabar; 
  2. Maqalah fi Istikhraj Simat al’Qiblah yang mengupas tentang arah kiblat; 
  3. Maqalah fima Tad’u llaih mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak; dan 
  4. Risalah fi Sina’at al-Syi’r mengenai teknik penulisan puisi. 

 

Kamera merupakan salah satu penemuan penting umat manusia. Lewat jepretan dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Namun teknologi pembuatan kamera kini dikuasai Peradaban Barat serta Jepang sehingga banyak dari Umat Islam yang meyakini kamera berasal dari Peradaban Barat.

Jauh sebelum Masyarakat Barat menemukannya, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan seorang Sarjana Muslim sekitar 1.000 tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Muslim bernama Ibnu al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 M, al-Haitham berhasil menemukan sebuah kamera obscura. Itulah salah satu karya al-Haitham yang paling menumental. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haithan bersama Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar.

Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh Kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai “ruang gelap”. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

“Kamera obscura pertama kali dibuat Ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),” ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul The Eye as an Optical Instrument: from Camera Obscura to Helmholtz’s Perspective.

 

Suarahati.org