Suarahati.org, Sidoarjo – Kita tidak pernah meminta hidup, karena hidup itu ketetapanNya, juga pemberian yang tanpa kita minta. Dan kita pun juga tidak pernah minta mati, karena mati itu pun juga ketetapanNya. Lantas setelah kita hidup, kita minta ini minta itu, butuh ini butuh itu, ingin lagi meraih nikmat lainnya. Belum sempat kita bersyukur Allah kucurkan nikmat lainnya di luar dugaan kita, entah kita sadar atau tidak. Dan terkadang kita mendikte Allah untuk mengabulkan apa saja yang kita minta, tanpa peduli kita sudah bersyukur atau belum. Setelah dikabulkan semua kita pun belum puas, sehingga setelah segala kemewahan dan kesenangan itu didapat, kitapun masih meminta lagi berkah dengan cara bersedekah tanpa menganggap bahwa sesungguhnya sedekah adalah kewajaran atas apa yang memang harus dikeluarkan, karena memang ada hak yang harus dikeluarkan untuk orang lain, orang-orang miskin, yatim dan sabilillah.

Namun, saat kita mendapatkan kesulitan kita meminta untuk dikeluarkan dari kesulitan itu, tanpa mengevaluasi apakah kesulitan itu ada sangkut pautnya dengan kesalahan dan dosa yang kita lakukan. Entah itu lisan yang tak terjaga, melukai sesama, sikap yang secara sadar dan tidak sadar melanggar aturanNya atau bahkan keputusan subhat yang kita teruskan tanpa mahasabbah dan hawa nafsu yang terus meminta-minta untuk bermaksiat. Kita pun tak henti-henti meminta keluar dari kesulitan, cobaan dan bencana yang boleh jadi Allah memang sedang memberikan sanksi atas sikap kita atau bahkan memang sedang diuji keimanan kita. Sebagaimana Allah menguji para nabiNya yang terkadang di luar nalar dan logika, untuk melihat mana hambaNya yang sabar mencintaiNya, mana hambaNya yang mudah menyerah dengan ujianNya.

Kita ini terserah Allah saja, karena Allah yang memiliki kita, Dialah yang berhak mengatur kita.  Kewajiban kita menghamba kepada Allah, mengibadatiNya, menjauhi apa-apa yang dilarangNya. Kita tidak pantas mendikteNya untuk memenuhi semua permintaan kita. Biarkan saja Allah menetapkan yang terbaik menurutNya, bukan memaksakan yang terbaik menurut hawa nafsu kita. Karena terbaik menurutNya itulah terbaik untuk kita. Tugas dengan segala taqdirNya adalah ikhtiar, upaya optimal sebagai bentuk tawakkal. Lalu mensyukuri dan qona’ah apapun hasil taqdir yang ditetapkanNya.

“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka.” (Al Insaan : 24)

Hidup ini terserah Allah sajalah, kita ada karena ketetapanNya. Kita ada karena rahmatNya. Kita tidak punya hak apa-apa, selain yang diidzinkanNya. Pun kita tidak akan bisa melaksanakan kewajiban mengibadatiNya, tanpa ridho dan irodhaNya.

 

ustadz Rofiq Abidin

 

 

 

Oleh : Rofiq Abidin
Suarahati.org