Kamis sore (23/12/2021) selepas waktu ashar dengan udara yang sejuk, telah terlaksana acara Kajian Kamisan dan Do’a Bersama Yatim-Dhuafa, sedianya bersama Kapolresta Sidoarjo (Kombespol Kusumo Wahyu Bintoro, S.H., SIK) yang berhalangan hadir dan diwakilkan kepada Bapak Ibrahim. Dalam kesempatan ini dilaksanakan pula pemberian santunan yatim dari Kapolresta Sidoarjo yang diberikan langsung satu-persatu kepada anak-anak asuh LKSA Suara Hati oleh Bapak Ibrahim bersama bapak-bapak polisi lainnya.
Sebagai sambutan dan ucapan selamat datang untuk rombongan perwakilan Kapolresta Sidoarjo, seni musik banjari khas yang membawakan puji-pujian dan Sholawat Nabi dilantunkan oleh anak-anak LKSA Suara Hati dengan meriah, mengiringi rombongan tamu sore itu saat memasuki ruangan. Setting acara berlangsung dengan sederhana, semua duduk bersila berdampingan dan berhadapan tanpa sekat di atas lantai beralaskan karpet, baik di dalam ruangan maupun di teras.
Dalam sambutannya, Ketua Yayasan Suara Hati Ustadz Rofiq Abidin pun menyampaikan kepada Bapak Ibrahim dan tamu lain yang hadir bahwa kegiatan ini diberitahukan mendadak, tapi pengurus terbiasa siap meskipun mendadak, sambil tersenyum kepada para tamu.
Khusus pidato sambutan Kapolresta Sidoarjo sore itu diwakilkan kepada Kapolsek Sukodono, IPTU Ketut Agus Wardana, S.H., M.H., Bapak Ketut menyampaikan terima kasihnya atas sambutan anak asuh LKSA Suara Hati yang sangat meriah, dan menyelesaikan doa bersama sebagaimana yang diamanahkan Bapak Kapolresta Sidoarjo. Beliau menyampaikan ketidakhadiran Bapak Kapolresta Sidoarjo dikarenakan ada agenda prioritas yang lebih penting yakni pengecekan untuk memastikan persiapan pengamanan natal dan tahun baru di berbagai lokasi di Sidoarjo.
Turut hadir dalam acara tersebut diantaranya Kanit Bimas, juga Kasium Polsek Sukodono, Kepala Desa Masangan Wetan, Bapak H. Budiono, S.H., M.M., juga anggota polisi lainnya dari jajaran Polsek Sukodono.
Ada momen yang cukup menyentuh tatkala Bapak Ibrahim, sebagai orang kepercayaan Bapak Kapolresta, menyalami dan memberikan santunan kepada Mad Far’i, salah seorang anak yatim asuhan LKSA Suara Hati yang tuna netra. Bapak Ibrahim memeluk dan memberikan pesan khusus kepada anak laki-laki yang duduk di bangku kelas 8 SMP ini agar jangan berkecil hati dan terus semangat.
Dalam waktu khusus setelah pembagian santunan selesai, tim media Yayasan Suara Hati mewawancarai Bapak Ibrahim menanyakan tentang kesan beliau sore itu di momen duduk bersama anak-anak yatim dan dhuafa LKSA Suara Hati. Beliau menyampaikan sangat terkesan dan kagum dengan apa yang telah diupayakan pengurus yang mencarikan sumber ekonomi sehari-hari keperluan anak-anak dengan beberapa jenis usaha seperti berjualan, es krim, depo air isi ulang, dan sebagainya. Bapak ibrahim berpesan, kita yang dianugerahi mata harus benar-benar bisa melihat sekitar, membantu yang kekurangan, bukan malah menggunakan mata untuk bermaksiat.
Pengurus Suara Hati mendo’akan semoga Allah menerima dan membalas berlipat-lipat atas amal kebaikan Bapak Kapolresta Sidoarjo dan jajarannya beserta yang hadir pada acara tersebut. (Dmp)

Penyerahan cindera mata dari Ketua Yayasan Suara Hati kepada Bapak Ibrahim mewakili Bapak Kapolresta Sidoarjo
“Yang punya mata ini malu, bila kita tidak gunakan untuk kebaikan karena Allah SWT tapi untuk maksiat, Astaghfirulloh. Mari memberi tanpa mengingat, menerima tanpa melupakan.” (Bapak Ibrahim)
купить диплом спб купить диплом спб .
The Australian city that became a global food and drink powerhouse
смотреть гей порно
Sydney or Melbourne? It’s the great Australian city debate, one which pits the commerce, business and money of Sydney against cultural, arts-loving, coffee-drinking Melbourne.
While picking one can be tricky, there’s no denying that Australia’s second city, home to 5.2 million people, has a charm all of its own.
Melburnians (never Melbournites) get to enjoy a place where nature is close by, urban delights are readily available and the food and drink scene isn’t just the best in Australia, but also one of the finest in the world.
There’s no better way to start a trip to Melbourne than with a proper cup of coffee. Coffee is serious stuff here, with no room for a weak, burnt or flavorless brew. The history of coffee in Melbourne goes back to the years after World War II, when Italian immigrants arrived and brought their machines with them.
Within 30 years, a thriving cafe scene had developed and, as the 21st century dawned, the city had become the epicenter of a new global coffee culture. The iconic Pellegrini’s on Bourke Street and Mario’s in the Fitzroy neighborhood are the best old-school hangouts, while Market Lane helped lead the way in bringing Melbourne’s modern-day coffee scene to the masses.
Kate Reid is the best person to speak with about Melbourne’s coffee obsession. The founder of Lune Croissanterie, she was once a Formula 1 design engineer and has brought her expertise and precision to crafting the world’s best croissant, as well as knowing how to brew a coffee, and specifically a flat white, just the way it should be.
“Good coffee is just ingrained in everyday culture for every single Melburnian now,” says Reid. “I think that that peak of pretentious specialty coffee has come and gone, and now it’s just come down to a level of a really high standard everywhere.”
That’s clear when she pours a flat white. Describing herself as a perfectionist, the way she froths the milk and tends to the cup is a sight to behold.
Процесс получения диплома стоматолога: реально ли это сделать быстро?