Suarahati.org, Sidoarjo – Apa yang terbayang di benak kita kalau mendengar kata jamu? Mbok-mbok yang jualan jamu gendong dan minuman seperti kunir asem, beras kencur, serta brotowali? Tidak salah sih, tapi sebenarnya pengertian jamu tidak hanya sesempit itu. Secara umum, jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonesia.

Indonesia terkenal dengan jamu atau yang sering kita kenal dengan obat tradisional. Nah, obat tradisional ini, oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dibagi lagi menjadi 3 macam:

  1. Jamu (Empirical based herbal medicines)
  2. Obat herbal terstandar/OHT (Scientific based herbal medicine)
  3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)

Penjelasannya :

Jamu
Jamu adalah obat dari bahan alam yang khasiatnya belum dibuktikan secara ilmiah, dengan kata lain, belum mengalami uji praklinik maupun uji klinik, namun khasiatnya dipercaya oleh orang berdasarkan pengalaman. Apa itu uji praklinik dan klinik? Uji praklinik adalah uji yang dilakukan pada hewan uji untuk mengetahui keamanan dan khasiat obat pada hewan. Sedangkan uji klinik adalah uji pada manusia untuk mengetahui keamanan dan khasiat obat pada manusia. Uji klinik hanya dilakukan jika obat telah lolos uji praklinik. Dalam sediaan jamu, bahan baku yang digunakan pun belum mengalami standarisasi karena masih menggunakan seluruh bagian tanaman.

Misal: masyarakat telah menggunakan rimpang temulawak untuk mengatasi hepatitis selama ratusan tahun. Pembuktian khasiat tersebut berdasarkan pengalaman.

 

Obat Herbal Terstandar (OHT)
Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar dengan syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses yang terstandarisasi, melewati uji praklinik seperti :

  1. Uji toksisitas (keamanan)
  2. Kisaran dosis
  3. Farmakodinamik (kemanfaatan)
  4. Teratogenik (keamanan terhadap janin)

    Meski telah teruji secara praklinis namun herbal terstandar tersebut belum dapat diklaim sebagai obat, akan tetapi konsumen dapat mengkonsumsinya karena telah terbukti aman dan berkhasiat.

 

Fitofarmaka
Merupakan status tertinggi dari bahan alami sebagai obat, sebuah obat herbal terstandar yang berasal dari alam yang dapat disetarakan dengan obat modern karena proses pembuatannnya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Setelah lolos uji fitofarmaka produsen dapat mengklaim produknya sebagai obat.

Beberapa kriteria fitofarmaka:

  1. Aman
  2. Klaim khasiat secara alamiah melalui uji klinik dan praklinik
  3. Memenuhi persyaratan mutu yg berlaku
  4. Telah dilakukan standarisasi bahan baku yg digunakan dlm produk jadi.

Nah, obat yang sudah tergolong fitofarmaka inilah yang boleh digunakan dalam praktek kedokteran dan pelayanan kesehatan formal. Sayangnya, di Indonesia obat herbal yang tergolong fitofarmaka ini masih sangat sedikit jumlahnya. Salah satu alasannya karena biaya yang dibutuhkan untuk uji klinik dan pra klinik ini cukup mahal. Sebagian besar obat herbal Indonesia masih berupa jamu meskipun sudah dikemas dengan kemasan yang modern seperti kapsul atau puyer.

Bagaimana cara membedakan ketiga jenis obat herbal tersebut di pasaran? Caranya gampang, perhatikan logo pada kemasan obat herbal yang kan kita beli. Masing-masing jenis obat herbal ini memiliki logo yang berbeda. Ini dia logonya.

logo jamu

Logo Jamu: ranting daun berwarna hijau dalam lingkaran.

Logo Obat Herbal Terstandar: jari-jari dalam lingkaran

Logo Fitofarmaka : jari-jari daun yang membentuk bintang dalam lingkaran.

 

(dari berbagai sumber)