Oleh : Etty Sunanti (The Owner of ESP)

 

Sebagai konselor keluarga sakinah, juga praktisi Thibunnabawi (ilmu kesehatan dan kedokteran ala Rasulullah Muhammad Sholallahu ‘alaihi wassalam), Saya sering menangani kasus-kasus konflik antara anak dan orang tuanya. Atau orang tua kepada putra-putrinya.

Ada yang menganggap orang tua selalu pilih kasih, tidak adil, tidak pernah perhatian kepada anak-anaknya, terlalu otoriter, egois, tidak tahu diri, seenaknya mengeksploitasi anak, dan segala macam tuduhan buruk kepada orang tua mereka.

Dari kasus-kasus yang kami hadapi, maka perlu kiranya saya tafakkur dan mencari apa sebenarnya yang salah dalam kehidupan kita ini. Lantas mengapa judul Birrul Walidain, saya berikan kata tambahan Rumus di depannya?

Arti  [rumus] dalam KBBI adalah: ringkasan (hukum, patokan, dan sebagainya dalam ilmu kimia, matematika, dan sebagainya) yang dilambangkan…. Contoh: rumus kimia untuk air ialah H2O.

Singkatnya, rumus itu sebuah patokan yang tepat, sebuah keniscayaan dan kepastian.
Demikian pula jika menginginkan anaknya bisa berbuat baik kepada orang tua, maka rumus ini harus dijalankan dengan baik.

Kalau orang tua yang tidak peduli dengan anak-anaknya, sibuk bekerja, jarang pulang, jarang ngobrol, tidak faham dengan pertumbuhan putra-putrinya. Kalau ke rumah sudah capek, tahunya menuntut anak sempurna, dengan marah-marah. Apakah bisa anak-anak tersebut memberikan timbal balik, dengan perhatian, taat, dan mencintai orang tuanya?

Yakin, jawabannya tidak akan.

Ada juga, orang tua yang sangat baik, sempurna memberikan kasih sayang, perhatian, nafkah materi semuanya terpenuhi, pendidikan sekolah hingga sangat tinggi. Tetapi mengapa, si anak masih tidak bisa berbalas budi? Ternyata, mereka mendidik anak dengan standar kebaikan manusia semata.

Contoh kasus, ada seorang Jenderal yang sukses di ibukota Jakarta. Saat bapaknya sakit, ia tidak sempat menjenguk bapaknya. Hingga bapaknya meninggalpun, ia tidak pernah datang. Bahkan saat ibunya sakit hingga meninggal, ia juga tidak datang, alasan sibuk dan lain sebagainya.

Subhaanallahinnalillahi wa inna ilaihi roji’uun

Saya masih terngiang, perkataan Jenderal tersebut saat orang tuanya masih sehat, “Pokoknya emak itu sakit-sakitan kalau nggak pegang uang. Makanya aku usahakan untuk kirim uang ke emak, biar sehat.”

Hanya foto sang Jenderal yang dipasang di rumah emak dan bapaknya. Sementara foto anak-anak yang lain tidak ada yang dipasang. Sementara salah satu anak yang terkenal lurus tauhidnya justru menjadi bahan hinaan. Tetapi kenyataannya, saat bapak dan ibu sang Jenderal sakit parah, yang merawat justru keluarga dari anak yang bergama kuat dan bertauhid lurus. Sama sama rumahnya luar kota, jauh. Bahkan secara finansial anak tersebut ekonominya biasa dan pas pasan. Tetapi anak yang mengerti Islam dengan tauhid yang baiklah yang mau datang dan merawat orang tua yang sakit. Sementara anak-anak yang lain banyak alasan saja.

Standar manusia, apalah artinya semua itu. Maka kata kunci, sudah pasti kita harus mencari tahu bagaimana seharusnya berbakti kepada orang tua, secara versi Illahiyah atau Al Qur’an.

  1. Allah Ta’ala berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua”  (QS. An Nisa: 36).

  1. Allah juga berfirman:

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al Isra: 23).

Ternyata dari dasar ayat tersebut di atas, bahwa Birrul Walidain, wajib diawali dengan perintah Tauhid kepada Allah. Sebuah kekuatan keimanan kepada Allah yang tidak tertandingi. Sebuah ibadah seorang hamba dalam memposisikan Allah di atas segala-galanya.

Masih ingat kisah Ko Steven Indra Wibowo, seorang mualaf yang Masya’ Allah luar biasa tauhidnya. Beliau ketua Mualaf Center di dunia. Yang sudah ratusan bahkan ribuan memualafkan non muslim di seluruh penjuru dunia ini.

Ketika ko Steven menyampaikan perihal keinginan dirinya menjadi muslim, sontak papinya emosi, hingga memukul wajah dan kepala ko Steven hingga berdarah. Kemudian ia lari ke rumah sakit, dan keesokan harinya, pengacara keluarganya datang ke rumah sakit, menyampaikan kalau Steven tidak akan mendapat warisan keluarga. Tentu saja beliau tidak ada masalah, dengan harta. Karena baginya keimanan itu mahal melebihi harta dunia dan seisinya.

Akhirnya ko Steven hijrah ke Malaysia dan mendalami Islam di sana. Setelah dua tahun, ia mendengar kabar jika papinya sakit. Tanpa berfikir panjang, ko Steven segera meluncur ke Jakarta menjenguk papinya, memperhatikan, merawat bahkan berani menjamin biaya rumah sakit papinya.

Orang tua mana yang tidak luluh hatinya melihat anaknya begitu perhatian?

Tentu saja setelah melihat perhatian anak yang baik, maka orang tua berbalik merespon positif.
Anak dan saudara yang diberikan harta, di bela mati-matian saja, tidak perhatian. Justru ini yang dipukul, diusir, bahkan tidak diberi warisan, malah berbuat baik.

Aneh bukan???

Steven Indra Wibowo (Alm.), seorang mualaf yang kisah hidupnya menginspirasikan banyak orang, salah satunya tentang birrul walidain

 

 

 

 

 

 

 

 

Maka benar kiranya, birrul walidain adalah perkara berat, yang hanya bisa dilakukan kepada anak-anak yang bertauhid lurus, memiliki keimanan kepada Allah yang baik.

Birrul walidain juga diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau ditanya oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

Amal apa yang paling dicintai Allah ‘Azza Wa Jalla?”. Nabi bersabda: “Shalat pada waktunya”. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa lagi?”.Nabi menjawab: “Lalu birrul walidain”. Ibnu Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa lagi?”. Nabi menjawab: “Jihad fi sabilillah”. Demikian yang beliau katakan, andai aku bertanya lagi, nampaknya beliau akan menambahkan lagi (HR. Bukhari dan Muslim).

Masya’ Allah ternyata birrul walidain diapit dengan 2 ibadah : Sholat tepat waktu dan Jihad fii sabilillah. Artinya hanya orang-orang yang memiliki mental tangguh dalam beribadah dan berjihad fii sabilillah yang akan bisa mengerti dan mau berbakti kepada orang tuanya.

Oleh karenanya mari kita ajarkan Tauhid yang benar, hingga bisa tertanam dalam hati, mulai semenjak dini, kepada putra-putri kita semua. Agar mereka bisa menjadi generasi yang birrul walidain.